DAMPAK SERANGAN SEKUNDER PADA BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT DI LAHAN SULFAT MASAM DENGAN TATA KELOLA AIR YANG TIDAK OPTIMAL
Main Article Content
Abstract
Tata kelola air merupakan kunci sukses pengelolaan perkebunan kelapa sawit di lahan pasang surut. Tantangan utama pengelolaan lahan pasang surut untuk perkebunan kelapa sawit adalah potensi kemasaman tanah karena teroksidasinya lapisan pirit dan akumulasinya garam-garam yang menyebabkan peningkatan tingkat salinitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak sekunder dari kondisi tata kelola air yang kurang optimal di salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah yang tanaman kelapa sawitnya banyak mengalami pelepah bawah kering, daun tombak tidak membuka lebih dari 3, pelepah bawah sengkleh, batang berlubang, tanaman tumbang, dan tanaman mati. Hasil observasi menunjukkan adanya lapisan pirit pada kedalaman 50-60 cm dan telah terjadi oksidasi pirit akibat turunnya muka air saat terjadi kemarau panjang sekitar 6 bulan. Tata kelola air belum mendukung proses pencucian unsur-unsur yang bersifat meracun bagi tanaman akibat kemasaman yang tinggi serta kemungkinan salinitas yang tinggi. Dampaknya, akar tanaman layu dan tanaman kelapa sawit menjadi lemah. Hal tersebut mendorong terjadinya serangan sekunder berupa munculnya jamur Fomitopsis pinicola yang mempunyai kemampuan mendegradasi jaringan tanaman yang kuat. Kerusakan jaringan tanaman menyebabkan tanaman tumbang dan mati dengan intensitas serangan yang mengelompok mengikuti pola areal yang mengalami oksidasi pirit. Langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampak serangan sekunder dari jamur ini adalah perbaikan tata kelola air yang berfungsi ganda yaitu mempertahankan permukaan air di atas lapisan pirit dan pencucian unsur beracun serta garam-garam yang terendapkan di areal perakaran secara periodik.